Shinkansen Tragedy (3)


Perasaan yang kurasakan saat ini sama seperti yang kurasakan waktu itu. Yaitu pada saat aku menemukan sosok teman baikku, Dina, dalam keadaan terbujur kaku di laboratorium. Terus terang salah satu kelemahan terbesarku adalah perasaanku yang mudah terbawa keadaan. ‘Faktor perasaan kadang membuat pemikiran seseorang menjadi kacau’, ungkapan itu pernah diucapkan oleh Holmes kepada rekan setianya Dr. Watson. Setidaknya itu salah satu bahan pembelajaran yang harus kuperhatikan jika aku ingin mencapai cita-citaku.

Cukup lama aku berdiri di ambang pintu, berdiri dengan tatapan kosong keterkejutan sambil berusaha mengendalikan perasaanku ini.

“MUSASHI-SAN!”

Tiba-tiba terdengar suara jeritan perempuan disampingku, memanggil nama Musashi-san yang sekarang sudah kaku tidak bisa bergerak juga menjawab panggilannya itu. Kemudian dia hendak melangkahkan kaki ke dalam toilet ini, dengan refleks aku mencegahnya. Kutahan langkahnya itu dengan tanganku.

“Maaf nona, anda tidak boleh melangkahkan kaki anda ke dalam. Bagaimanapun ada kemungkinan ini sebuah kasus pembunuhan, karena itu anda tidak boleh masuk ke dalam toilet yang merupakan TKP ini.”

Dengan geram perempuan ini menjawab, “Apa hakmu melarangku! Seharusnya aku yang mengatakan itu kepadamu.”

Dia merogoh saku jaketnya kemudian dia berkata, “Polisi! Harap anda sekalian mundur, akan segera dilakukan penyelidikan disini. Terutama bagi anda.” Dia menoleh kepadaku. Continue reading