Teka teki Detektif (40) : No ID (Inspektur Roland #0)


Kantor Kepolisian, Bagian Pembunuhan
Pukul 10:15

Hari itu merupakan hari pertama Henry bertugas sebagai detektif. Dua tahun menjalani tugas patroli akhirnya terbayarkan dengan pangkat yang dari dulu ia idamkan. Detective Sergeant Henry Thomas. Henry senyum-senyum sendiri, tak percaya sekarang ia berpangkat detektif.

“Hei, ‘anak baru’, perhatikan.”

Teguran itu berasal dari Robert Maxwell, Detektif yang setahun lebih senior dari Henry. Henry tertunduk malu, ia sama sekali lupa bahwa saat ini ia tengah berada di dalam briefing sebuah kasus pembunuhan.

Sepuluh menit kemudian, briefing itu selesai. Komisaris polisi menugaskan Inspektur Roland untuk menginvestigasi TKP. Sedangkan detektif lain ditugaskan mengkanvas area sekitar.  Henry pun segera bersiap-siap untuk menjalankan tugas pertamanya.

“Tunggu sebentar, Nak.” Inspektur Roland memanggil Henry yang baru saja melewati pintu.

Dengan sedikit ragu, Henry menoleh.“Anda memanggil saya, sir?”

“Ya, kau. Siapa namamu?”

“Henry Thomas. Detective Sergeant Henry Thomas, Sir.

“Kuperhatikan, kau baru di sini.”

“Yes, Sir. Hari ini hari pertama saya sebagai detektif.”

“Berapa skor DET (Detective Exam Test) –mu?”

“97.8, sir.” Jawab henry.

Tanpa memperhatikan Henry, Inspektur Roland berkata. “Sergeant Henry, lupakan tugasmu untuk mengkanvas area.”

Henry tersentak. “Maksud anda, sir. Anda mengusir saya dari kasus ini? Mengapa? Karena saya baru? Anda..”

“Hentikan sampai disitu, Sergeant. Kau salah sangka. Aku hanya berniat untuk membawamu ke TKP. Jika  kau keberatan, aku tidak memaksa.” Kali ini Inspektur Roland memandang Henry.

Henry terdiam. Sikapnya terlihat kelabakan, hampir saja ia mengeluarkan kata-kata protes pada Inspektur. Tentu saja ia menerima ajakan Inspektur, hari pertama menjadi detektif dan langsung dipercaya mengolah TKP. Semangat Henry semakin meluap-luap.

Melihat perubahan drastis itu, Inspektur berkata. “Jika kau berminat, kau yang menyetir.”

Detektif Henry tersenyum.

***

Blackthorn Alley, Winston Street
Pukul 10.40

Inspektur Roland dan Detektif Henry tiba di TKP. Kedatangan mereka berdua nampaknya berbarengan dengan petugas koroner. CSU (Crime Scene Unit) sendiri sudah tiba terlebih dahulu untuk mengumpulkan bukti fisik. Para pengumpul bukti itu terlihat sibuk di belakang garis polisi yang dijaga dua petugas berperawakan tinggi besar. Inspektur menyuruh Henry untuk menunggu, kemudian mendekati petugas koroner. Inspektur berbincang-bincang sebentar lalu menoleh ke arah Henry. Henry kemudian mengikuti Inspektur yang langsung memasuki area TKP.

Korban pembunuhan kali ini adalah seorang pria kulit putih. Identitas korban tidak diketahui, karena di TKP tidak ditemukan dompet maupun kartu identitas milik korban. Namun, dari penampilannya bisa diperkirakan umur korban sekitar empat puluhan. Korban pertama kali ditemukan oleh petugas yang melakukan patroli rutin. Pada saat ditemukan korban berada pada posisi telungkup dan bertelanjang dada. Terdapat luka benturan pada kepala bagian belakang. Di samping kepala korban terdapat genangan darah yang sudah mengering. Untuk sementara, blunt force trauma diduga sebagai penyebab kematian.

Inspektur Roland menunjuk ke punggung korban, Henry memfokuskan perhatian lebih pada bagian itu. Sebagian besar kulit pada punggung korban berwarna merah keungu-unguan. Inspektur Roland menekan kulit keungu-unguan itu.

“Keras, seperti kayu.” Komentarnya.

Rigor mortis.” Henry berkata dengan spontan. “Kekakuan pada mayat. Tahap awal kekakuan dimulai dari dua sampai empat jam pertama setelah kematian. Kekakuan dimulai dari otot rahang, kemudian terus menjalar ke bawah hingga otot-otot pada kaki. Sekitar 12 jam setelah kematian, proses ini akan komplit dan kekakuan akan bertahan (tubuh korban sekeras papan) selama 12 jam selanjutnya. Kekakuan baru mulai menghilang dalam rentang waktu 24-48 jam setelah kematian. Saat ini tubuh korban sudah mencapai tahapan komplit dalam rigor mortis, jadi bisa diperkirakan bahwa kematian korban terjadi sekitar 12 jam yang lalu, yaitu antara pukul 10 sampai 11 malam.”

“Bagus sekali, Henry. Kau sudah menguasai hal dasar dalam mengestimasi waktu kematian. Baiklah, apalagi yang kau ketahui dari kondisi korban ini?”

“Penyebab kematian korban adalah benturan/pukulan keras di kepala oleh benda tumpul.

“Lalu?”

“Motif pembunuhan, Inspektur. Pelaku mengincar dompet dan barang berharga korban. Itulah mengapa tidak ditemukan dompet maupun karut identitas korban.”

Inspektur mengangguk. Henry tersenyum puas, ia yakin bahwa analisisnya itu benar. “Ehm, permisi.” Henry berkata pada salah satu anggota CSU. “Apakah ditemukan sidik jari yang bukan milik korban di celana atau sabuk korban?”

Anggota CSU itu menjawab, “As a matter of fact, there is. Di sabuk korban terdapat sidik jari (ibu jari) yang bukan milik korban.”

“Bagus. Kirim ke lab dan proses dengan AFIS (Automated Fingerprint Identification System).” Henry kemudian menginstruksikan sesuatu pada petugas yang menjaga TKP.

Sementara itu Inspektur Roland masih berdiri di samping mayat yang saat ini hendak dibawa petugas koroner untuk diautopsi. Inspektur menyadari sesuatu ketika mayat itu terbaring di atas tandu koroner. Pertama, wajah korban yang cukup babak belur. Kedua, abrasi (luka lecet) pada buku-buku jari tangan korban. Ketiga, perbedaan warna yang terlihat pada jari tangan dan punggung tangan korban. Warna kulit pada jari korban terlihat lebih gelap dibandingkan punggung tangannya. Dan terakhir, hal yang meyakinkan Inspektur terhadap hipotesis yang ia kembangkan adalah wajah korban. Kali ini bukan luka memar yang diperhatikan Inspektur tapi perbedaan warna kulit di sekitar mata yang membuat korban terlihat seperti rakun (atau mungkin panda). Namun berbeda dengan rakun yang memiliki lingkaran hitam sekitar mata, korban justru memiliki lingkaran yang lebih cerah di sekitar matanya.  Inspektur tersenyum puas.

“Inspektur?” tegur Henry.

“Ya?”

“Bagaimana jika kita kembali ke markas. Saya kira kasus ini sudah selesai, tinggal menunggu hasil identifikasi AFIS. Dan meskipun pelaku tidak ada dalam daftar, saya telah menyuruh petugas lapangan untuk mencari orang yang membawa dompet korban.”

“Ide yang bagus.”

Keduanya pun beranjak ke mobil Chevrolet hijau milik Henry yang diparkir tepat didepan gang duri-hitam ini. Henry sudah siap di kursi kemudinya, sedangkan Inspektur masih di luar, menelepon beberapa orang. Beberapa menit kemudian Inspektur sudah terduduk di kursi penumpang. Sambil mengencangkan sabuk pengaman, Inspektur berkata.

“Seorang detektif yang baik,…”

Kalimat yang diucapkan Inspektur terinterupsi oleh dering handphone Detektif Henry, “Excuse me, Inspector. Henry di sini. Ya? Ditemukan? Di mana? Baiklah, langsung bawa ke markas. Aku dalam perjalanan.”

“Ada apa Henry?”

“Pelakunya sudah ditemukan Inspektur. Salah seorang petugas menemukan seorang tunawisma yang membawa dompet dengan identitas korban. Saat ini subjek sedang dibawa ke markas.”

“Oh.” Inspektur berkomentar singkat.

Henry, menyalakan mesin mobil. “Oh iya, tadi apa yang hendak Anda katakan?”

“Seorang detektif yang baik selalu mempertimbangkan analisisnya.”

Henry terlihat bingung.

Inspektur Roland menambahkan. “Doesn’t matter. Jalankan saja mobil ini ke markas. Akan kujelaskan selama perjalanan.”

***

Bisakah kalian mengetahui kebenaran dibalik ini? Who? What? Why? How?

10 comments on “Teka teki Detektif (40) : No ID (Inspektur Roland #0)

  1. Who??
    Menurut aku, apabila dilihat dari ukuran badan yang besar menandakan korban adalah orang yang kuat. Kulit yang putih namun jari tangan lebih gelap dari pada punggung tangan dan lingkaran yang lebih cerah disekitar mata, menandakan orang tersebut sering menutup bagian mata dan punggung tangan dengan sesuatu. Artinya kemungkinan orang tersebut sering mengendarai sepeda motor karena kalau mengendarai sepeda motor maka biasanya orang akan pakai sarung tangan (yang hanya menutupi punggung tangan) dan memakai kaca mata. Apabila dilihat dari buku-buku jari tangan yang luka kemungkinan korban sering berkelahi. Dengan ciri2 demikian, dapat dikatakan korban adalah seorang gangster atau ketua gangster.

    What??
    Dari data kematian korban akibat dipukul dengan benda tumpul dibelakang kepala dan muka korban yang babak belur, dapat disimpulkan bahwa korban berkelahi sebelum dibunuh dan kemungkinan besar dikeroyok. bisa jadi benda tumpul tersebut adalah sabuk korban sendiri, itu menjawab pertanyaan kenapa ada sidik jari bukan milik korban pada sabuknya.

    Why??
    Melihat keadaan korban sepertinya korban pada saat sedang mengendarai sepeda motor dihadang oleh musuhnya (gangster lain) sehingga dikeroyok dan dibunuh. mungin juga motor dan dompetnya dirampas. Untuk menjelaskan kenapa korban bertelanjang dada bisa jadi karena rompi atau baju korban berharga sehingga dirampas pula.

    How??
    Donmpet yang dirampas bisa jadi diambil seluruih duitnya saja dan dibuang di tengah jalan oleh pelaku (sekumpulan pelaku) dan di buang ditengah jalan sambil nmengendarai motor korban (motor korban yang dirampas). Dompet tersebut ditemukan oleh tunawisma yang kebetulan lewat dan kemudian ditangkap oleh polisi untuk dibawa ke markas.

    Like

  2. Pingback: Case Closed : Teka teki Detektif (40) | Black or White?

  3. hmmm gituu.. kalo cocok sidik jari di sabuk sama yang punya tuna wisma ya beda lagi ceritanya.. ahhahaha.. jad ga sabar baca jawabannya.. hehe.. over all bagus fan..

    Like

  4. hahaha.. tapi hebat rangkaian ceritamu fan.. haha.. bikin lagi lah.. aku juga m,o bikin ngirim ke kamu tapi ga sempet2.. hehe.. trims..

    Like

Your Opinion